Amerika Serikat merupakan pemain luar utama yang berpengaruh dalam dinamika politik di Timur Tengah, namun dari sekian banyak negara timur tengah yang memiliki hubungan diplomtik dengan AS, ada satu negara yang hubungannya dengan AS bisa dikatakan "khusus" atau "istimewa" selain dari hubungan diplomatik antara AS dan Israel. Negara tersebut adalah Arab Saudi. Mungkin banyak orang yang bertanya, mengapa negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokratis dan penuh akan slogan yang menjunjung tinggi kebebasan, mengakrabkan diri dengan suatu kerajaan absolut yang banyak mengekang hak-hak warganegaranya. Disini kita akan melihat ke belakang bagaimana hubungan khusus tersebut tercipta dan terpelihara seiring waktu.
Hubungan kedua negara dimulai dengan kegiatan eksplorasi minyak. Kerajaan Arab Saudi berdiri di tahun 1932. Kurang dari satu tahun kemudian, Raja Abdulaziz bin Saud menandatangani konsesi dengan Standard Oil of California (SOCAL), yang sekarang dikenal sebagai Chevron untuk mencari sumber minyak di Saudi sebelah timur. SOCAL lalu membuat cabang di Arab Saudi dengan nama California Arabian Standard Oil Company (CASOC). CASOC berhasil menemukan sumur minyak di Dammam, Provinsi Timur di tahun 1938. Penemuan ini merupakan penemuan pertama yang berlanjut dengan penemuan lainnya, yang nantinya menjadikan Provinsi Timur Arab Saudi sebagai sumur minyak dengan deposit terbesar di seluruh dunia. (Hart, 1999)
Keretakan dengan London
Di 1930an, Arab Saudi hanya memiliki hubungan ekstensif dengan Britania Raya. London telah membantu Abdulaziz untuk memerdekakan diri dari Turki Utsmaniyah di era PD I dan menyatukan Jazirah Arab pada dekade 20an setelah perang yang berkepanjangan dengan Hijaz dan Al-Hasa. Hubungan Abdulaziz dengan Britania Raya mulai memburuk pada akhir dekade 30an, dikarenakan dukungan Britania Raya terhadap keluarga Hashimiyyah yang berkuasa di Yordania dan Irak. Abdulaziz menganggap kedua negara ini adalah ancaman yang nyata setelah keluarga Saud menguasai kota Makkah dan Madinah pada dekade 20an. Oleh karena itu Abdulaziz memutuskan untuk meningkatkan hubungan dengan AS dan mengizinkan AS membangun dan menggunakan pangkalan udara di Dammam. (Gresh, 2015)
Meningkatnya peran minyak Saudi
Kemitraan anti-Komunis
Peran Arab Saudi di dunia internasional meningkat di era perang dingin. Saat Perang Dingin dimulai, peran strategis dari pangkalan udara Dhahran, dekat dengan sumur minyak Dammam, meningkat dengan pesat. Pangkalan ini memiliki jarak sekitar 1000 mil dengan perbatasan Uni Soviet, suatu jarak yang cukup apabila AS berkeinginan untuk menyerang Uni Soviet. Ketika Uni Soviet menginvasi Afghanistan tahun 1979, Dhahran menjadi tempat transit persenjataan yang dikirim AS ke pihak Mujahidin Afghan. Peran Arab Saudi dalam menjaga hegemoni AS di Timur Tengah menjadi lebih penting setelah Revolusi Iran. Administrasi Presiden Reagan menganggap Arab Saudi adalah benteng untuk menahan ekspansi Iran dan campur tangan Soviet di Timur Tengah. Akses untuk terbang diatas wilayah udara Saudi juga merupakan aset bernilai yang dianggap sangat berharga bagi berjalannya suatu operasi militer di Timur Tengah. Akses udara yang dimiliki AS ini membuat pesawat-pesawat Soviet tidak bisa beroperasi di Jazirah Arab.
Selain minyak dan geografi, AS sudah sejak lama menghargai keagamaan Arab Saudi yang menjadikannya sebagai sekutu utama AS dalam memerangi komunisme. Karena paham Komunisme Soviet memiliki dasar kebencian terhadap kepercayaan agama, maka semakin religius suatu negara, semakin mudah negara itu diajak melawan komunisme dan melirik AS. Sebagaimana ahli sejarah Bernard Lewis berkata, "Muslim yang taat tidak akan toleran terhadap kepercayaan atheis". Arab Saudi yang merupakan negara beragama kuat, adalah pembendung sempurna terhadap penyebaran komunisme dan mitra alami AS. Di tahun 1948 Abdulaziz menyatakan sikapnya yang anti-komunis. Keuntungan dari keagamaan Arab Saudi terhadap AS adalah nyata. Selama perang dingin tingkat keagamaan sinonim dengan tingkat anti-komunisme. Bahkan di AS sendiri, seseorang yang percaya Tuhan dianggap sebagai anti-komunis karena saat itu ada anggapan bahwa tidak mungkin seorang komunis beragama. Hubungan diplomatik antara Arab Saudi dengan Uni Soviet sendiri baru dipulihkan di tahun 1990, setahun sebelum keruntuhan Uni Soviet. (Bronson, 2008)
Retaknya Keeratan
Hubungan antara AS dan Arab Saudi mulai memburuk setelah peristiwa 9/11. Peristiwa ini membuat AS berpikir bahwa pengaruh keagamaan Saudi tidak lagi realistis untuk dijadikan alat kepentingan politik AS di Timur Tengah. Beberapa hari setelah peristiwa 9/11, didapati fakta dimana 15 dari 19 individu yang terlibat dengan serangan langsung ke menara kembar WTC merupakan warganegara Saudi. Pandangan negatif terhadap Saudi secara khusus dan Islam secara umum disebarkan melalui pers AS, dimana warganegara AS di waktu itu menganggap Arab Saudi sebagai tempat pembiakan radikalisme Islam Sunni yang mengancam keamanan AS. Namun hubungan pribadi antara keluarga Bush dan Saud sendiri tidak terganggu, namun semakin erat. (Niblok, 2006)
Normalisasi Hubungan
Hubungan AS-Arab Saudi kembali membaik di era Kepresidenan Obama. Opini masyarakat Saudi secara umum adalah positif terharap gaya kepemimpinan Obama, namun masih ada isu yang belum bisa diselesaikan oleh kedua negara yaitu mengenai isu izin perlintasan pesawat Israel ke wilayah udara Saudi, dimana permintaan itu ditolak secara tegas oleh Raja Abdullah yang menyatakan - dan mengajak seluruh anggota Liga Arab - untuk tidak menyetujui kesepakatan dengan Israel sebelum Israel mundur ke batas negaranya sebelum perang 6 hari di tahun 1967. Hubungan dagang AS-Arab Saudi sendiri saat ini menurun dalam persentase, dimana AS masih merupakan mitra dagang terbesar untuk Arab Saudi, namun Tiongkok perlahan mulai meningkatkan volume perdagangannya dengan Saudi dalam tingkat yang cepat. Dalam kunjungan kenegaraannya Raja Abdullah memilih Tiongkok sebagai negara pertama yang dikunjungi. Hal ini memunculkan spekulasi ketidakpastian mengenai hubungan khusus AS-Saudi kedepannya, apakah AS masih memiliki pengaruh seperti yang dimilikinya di era Perang Dingin, ataukah pengaruh tersebut akan hilang dan tergantikan oleh suatu hal yang lain dikarenakan kebijakan luar negeri Saudi saat ini yang lebih bebas dan terbuka. (Lippman, 2012)
Referensi
- Bronson, Rachel (2008). Thicker Than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia. Oxford: Oxford University Press
- Gresh, Geoffrey (2015). Gulf Security and the U.S. Military: Regime Survival and the Politics of Basing. Redwood City: Stanford Security Studies
- Hart, Parker T. (1999). Saudi Arabia and the United States: Birth of a Security Partnership (Adst-Dacor Diplomats and Diplomacy Series). Bloomington: Indiana University Press
- Lippman, Tom (2012). Saudi Arabia on the Edge: The Uncertain Future of an American Ally. Lincoln: University of Nebraska Press
- Mantle, Jonathan (1996). Car Wars: Fifty Years of Greed, Treachery, & Skulduggery in the Global Masketplace. New York: Arcade Publishing
- Niblok, Tim (2006). Saudi Arabia: Power, Legitimacy and Survival (The Contemporary Middle East). London: Routledge
gg 포커 머니 상지티인요에 덐 포커 머니 포커 머니 포커 머니 포커 머니 포커 포커 머니 포커 머니 포커 머 포커 포커 포커 포커 포커 포커 포커 카지노 카지노 ボンズ カジノ ボンズ カジノ 389Hollywood Casino Free Slot Play - PC & Mac - Online Gambling
BalasHapus